Alicia Kornelia. Aku adalah gadis cantik bermata hijau
sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan- ditengah-tengah keluarga yang
harmonis dan berkecuhupan. Karena keluarga itulah aku menjadi seorang yang
berprestasi dari bangku dasar sampai sekarang aku menduduki bangku kelas
sembilan. Singkatnya aku adalah gadis yang beruntung karena mempunyai semua
kesempurnaan itu.
Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal
dari pertengkaran hebat antara mama dan papa di suatu malam.
“dasar istri tak berguna! Aku seperti ini karena kau dan
Alice. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu!!”
“lalu siapa perempuan itu? Apa itu namanya tidak berselingkuh?”
PLAK!!. Papa melakukannya tepat didepan mata kepalaku.
Tangan itu yang biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama.
Aku hanya bisa menangis. berusaha teriak, namun suara itu tertahan untuk
keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian gila ini. Dan
selama itu pula aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera berakhir.
Doaku terkabul. Kejadian itu berakhir dengan persidangan
cerai dimeja hijau. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah
keluarga yang selalu aku banggakan.
Hari-hariku berjalan dengan kesunyian. Pagi yang biasanya
hangat dengan gurauan mama dan papa, kini terasa hambar ketika kutemui seorang
ibu yang sibuk dengan laptopnya dan tanpa memperhatikan anaknya. Setiap pagi
selalu sarapan dan berangkat sekolah seorang diri. Terkadang ketika aku
berpapasan dengan mereka(ayah ataupun ibu), tak tahan rasanya membendung air
mata ini. Sungguh aku sangat merindukan kehidupan seperti mereka.
***
Tugas hari ini adalah mengarang. “ciptakan sebuah karangan
yang menceritakan kehidupan keluarga kalian.” Itu kalimat terakhir yang
kutangkap dari bu Reno.
Semua murid langsung larut dalam kegiatannya. Tapi tidak
denganku. Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur.
Dan kali ini aku benar-benar mengarang. Menuliskan bahwa aku hidup
ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan saling menyeyangi.
Nuraniku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan
itu. Kubuang kertas itu dan kini aku tidak mau lagi mengarang. Dengan cepat
kutulis “BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DITENGAH KELUARGA YANG PENUH KEKACAUAN DAN
KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAUPUN AKU MEMBENCINYA”
“belum saatnya aku menjadi seorang pengarang” desisku pelan
dan menyerahkan karangan singkat itu ke
bu Reno.
Tanpa ku sadari, Lucas membaca tulisanku. Dengan nada
prihatin, ia menanyaiku dengan berbagai macam pertanyaan. Dengan rasa malu
bercampur takut, ku jawat pertanyaannya satu per satu. Tak kusadari aku telah
menuturkan semua kisah pahitku kepada pemuda kristen itu.
“Tenang Alice. Aku takan menceritakan kepada orang lain. Aku
hanya ingin membantumu. Pakailah ini untuk menenangkanmu” Tuturnya sambil
meletakan sebuah bungkusan berisi serbuk-serbuk putih kedalam genggamanku.
***
Malamnya, ku pandangi bungkusan kecil itu. Dengan rasa penasaran,
ku buka bungkus itu perlahan. Seketika muncul bau yang mencuat keseluruh
penjuru kamar. Ku hirup bau itu dalam-dalam. Lagi dan lagi. Benar yang Lucas
katakan, aku merasakan ketenangan karenanya. Dan sejak saat itu, narkotika
menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Setiap malam aku dan Lucas tak pernah
absen menghirup bentar haram itu. Dari sanalah kedekatanku dengan Lucas
berawal. Dan kedekatan itu timbul sebuah perasaan untuknya.
Sore itu Lucas mengajaku kesebuah gereja. Gereja yang cukup
besar dan mewah menurutku. Tepat didepan sebuah patung besar, Lucas menyatakan
perasaan yang sama kepadaku. Sungguh, ini pertama kalinya aku mendengar kalimat
itu setelah kehancuran keluargaku. Namun kalimat terakhir membuat darah ini
berhenti mengalir. Aku tau maksud pembicaraannya. Tapi, mungkinkah aku
melakukannya?
“kita memang memiliki perasaan yang sama. Tapi kita tak
mungkin memiliki hubungan layaknya remaja lain. Aku yakin kau mengerti. Kita
tidak dalam satu keyakinan. Kecuali kau.....” Lucas tak melanjutkan kalimatnya
dan membiarkanku berfikir.
Ah. Ini benar-benar gila. Tapi tak ada salahnya aku terima.
Toh selama ini aku tak lagi diperhatikan kedua ortuku. Jadi tak salah kalau aku
memulai kebahagiaanku yang baru dengan Lucas.
“kalau itu yang kau inginkan, kenapa tidak. Tak masalah
bagiku menukar agama yang kau inginkan” jawabku mantap.
“dan mulai saat ini, kau bukan lagi Alicia Kornelia. Tapi
kau adalah Alicia Kristiania yang jauh lebih kuat dari Alicia Kornelia”
jawabnya sambil tersenyum licik.
Malam itu Lucas tak datang kerumahku. Aku tau dia pasti
sangat sibuk dengan bandnya. Sadar Lucas tak akan datang, segera ku cari
sabu-sabu yang kusimpan minggu lalu. Sial, barangnya dibawa Lucas bersama
rekannya. Ku alihkan pandangan kemeja biru yang dulu selalu membantuku
mengerjakan tugas. Aku menangkap sesuatu disana. Sebotol lem. Tanpa buang
waktu, kubuka tutupnya dan kuhirup dalam-dalam. Selang beberapa waktu zat itu
sudah raib dari tempatnya. Sayangnya, aku masih ingin menghirupnya. Dengan
gerakan lambat, kuambil cutter ditas sekolahku. Ku goreskan cutter berkarat itu
kepergelangan tangan kiriku. Darah merah segar mengalir sambil menebarkan aroma
lem yang ku hirup tadi. Ku hirup kembali aroma yang ada didarahku.
Baerkali-kali aku melakukan hal yang sama. Dan pada goresan yang kedelapan
belas, sesuatu diluar kendaliku terjadi. Cutterr itu memutuskan nadi
pergelangan tangan kiriku. Darah bersi dan keras mengalir dengan drastis tanpa
bisa ku hentikan.
Bayangan hitam berkelebat dikepalaku. Akankah ajal itu akan
datang padaku malam ini? Tidak. Tidak boleh sekarang. Aku masih ingin bertemu
dengan mama dan papa walau aku membenci mereka.
Bayangan papa berkelebat dibenaku. Orang yang selalu
mengajarkanku dan mama untuk shalat tepat waktu. Bahkan ia tak segan-segan mencubit
pipiku kalau aku melanggar perintahnya. Dan kini aku tak lagi menjalankan
peraturannya. Apa yang akan dia lakukan jika ia tau kalau anaknya bukan lagi
seorang muslimah?
Tak ada lagi tenaga yang tersisa. Namun aku masih sempat
memikirkan mama didalam benaku. Dia
sangat berharap kelak aku akan menjadi
seorang dokter sepertinya. Tapi bagaimana kalau dia tau aku seorang pecandu
narkoba? Dan mengorbankan waktu belajarku dengan benda haram itu? Cacian macam
apa yang akan keluar dari mulutnya jika ia tau aku seperti ini?
Mataku mulai berkunang. Darah segar dari pergelangan tangan
kiriku mengalir deras. Kali ini aku mengirim sebuah permohonan kecil kepada
tuhan sebelum mulutku benar-benar terkunci untuk menuturkan permohonan ini.
Dengan napas yang tak lagi teratur ku lepaskan permohonan kecil yang sangat
menyesakkan itu. “TUHAN, BOLEHKAN AKU DILAHIRKAN KEMBALI?”
creepy pasta...
BalasHapusbut i like it.. Nice (y)