Minggu, September 28, 2014

Cerpen. TUHAN, BOLEHKAH AKU DILAHIRKAN KEMBALI?



Alicia Kornelia. Aku adalah gadis cantik bermata hijau sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan- ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan berkecuhupan. Karena keluarga itulah aku menjadi seorang yang berprestasi dari bangku dasar sampai sekarang aku menduduki bangku kelas sembilan. Singkatnya aku adalah gadis yang beruntung karena mempunyai semua kesempurnaan itu.
Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal dari pertengkaran hebat antara mama dan papa di suatu malam.
“dasar istri tak berguna! Aku seperti ini karena kau dan Alice. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu!!”
“lalu siapa perempuan itu? Apa itu namanya tidak berselingkuh?”
PLAK!!. Papa melakukannya tepat didepan mata kepalaku. Tangan itu yang biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama. Aku hanya bisa menangis. berusaha teriak, namun suara itu tertahan untuk keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian gila ini. Dan selama itu pula aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera berakhir.
Doaku terkabul. Kejadian itu berakhir dengan persidangan cerai dimeja hijau. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah keluarga yang selalu aku banggakan.
Hari-hariku berjalan dengan kesunyian. Pagi yang biasanya hangat dengan gurauan mama dan papa, kini terasa hambar ketika kutemui seorang ibu yang sibuk dengan laptopnya dan tanpa memperhatikan anaknya. Setiap pagi selalu sarapan dan berangkat sekolah seorang diri. Terkadang ketika aku berpapasan dengan mereka(ayah ataupun ibu), tak tahan rasanya membendung air mata ini. Sungguh aku sangat merindukan kehidupan seperti mereka.

***
Tugas hari ini adalah mengarang. “ciptakan sebuah karangan yang menceritakan kehidupan keluarga kalian.” Itu kalimat terakhir yang kutangkap dari bu Reno.
Semua murid langsung larut dalam kegiatannya. Tapi tidak denganku. Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur. Dan kali ini aku benar-benar mengarang. Menuliskan bahwa aku hidup ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan saling menyeyangi.
Nuraniku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan itu. Kubuang kertas itu dan kini aku tidak mau lagi mengarang. Dengan cepat kutulis “BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DITENGAH KELUARGA YANG PENUH KEKACAUAN DAN KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAUPUN AKU MEMBENCINYA”
“belum saatnya aku menjadi seorang pengarang” desisku pelan dan menyerahkan karangan singkat itu ke  bu Reno.
Tanpa ku sadari, Lucas membaca tulisanku. Dengan nada prihatin, ia menanyaiku dengan berbagai macam pertanyaan. Dengan rasa malu bercampur takut, ku jawat pertanyaannya satu per satu. Tak kusadari aku telah menuturkan semua kisah pahitku kepada pemuda kristen itu.
“Tenang Alice. Aku takan menceritakan kepada orang lain. Aku hanya ingin membantumu. Pakailah ini untuk menenangkanmu” Tuturnya sambil meletakan sebuah bungkusan berisi serbuk-serbuk putih kedalam genggamanku.
***
Malamnya, ku pandangi bungkusan kecil itu. Dengan rasa penasaran, ku buka bungkus itu perlahan. Seketika muncul bau yang mencuat keseluruh penjuru kamar. Ku hirup bau itu dalam-dalam. Lagi dan lagi. Benar yang Lucas katakan, aku merasakan ketenangan karenanya. Dan sejak saat itu, narkotika menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Setiap malam aku dan Lucas tak pernah absen menghirup bentar haram itu. Dari sanalah kedekatanku dengan Lucas berawal. Dan kedekatan itu timbul sebuah perasaan untuknya.
Sore itu Lucas mengajaku kesebuah gereja. Gereja yang cukup besar dan mewah menurutku. Tepat didepan sebuah patung besar, Lucas menyatakan perasaan yang sama kepadaku. Sungguh, ini pertama kalinya aku mendengar kalimat itu setelah kehancuran keluargaku. Namun kalimat terakhir membuat darah ini berhenti mengalir. Aku tau maksud pembicaraannya. Tapi, mungkinkah aku melakukannya?
“kita memang memiliki perasaan yang sama. Tapi kita tak mungkin memiliki hubungan layaknya remaja lain. Aku yakin kau mengerti. Kita tidak dalam satu keyakinan. Kecuali kau.....” Lucas tak melanjutkan kalimatnya dan membiarkanku berfikir.
Ah. Ini benar-benar gila. Tapi tak ada salahnya aku terima. Toh selama ini aku tak lagi diperhatikan kedua ortuku. Jadi tak salah kalau aku memulai kebahagiaanku yang baru dengan Lucas.
“kalau itu yang kau inginkan, kenapa tidak. Tak masalah bagiku menukar agama yang kau inginkan” jawabku mantap.
“dan mulai saat ini, kau bukan lagi Alicia Kornelia. Tapi kau adalah Alicia Kristiania yang jauh lebih kuat dari Alicia Kornelia” jawabnya sambil tersenyum licik.
Malam itu Lucas tak datang kerumahku. Aku tau dia pasti sangat sibuk dengan bandnya. Sadar Lucas tak akan datang, segera ku cari sabu-sabu yang kusimpan minggu lalu. Sial, barangnya dibawa Lucas bersama rekannya. Ku alihkan pandangan kemeja biru yang dulu selalu membantuku mengerjakan tugas. Aku menangkap sesuatu disana. Sebotol lem. Tanpa buang waktu, kubuka tutupnya dan kuhirup dalam-dalam. Selang beberapa waktu zat itu sudah raib dari tempatnya. Sayangnya, aku masih ingin menghirupnya. Dengan gerakan lambat, kuambil cutter ditas sekolahku. Ku goreskan cutter berkarat itu kepergelangan tangan kiriku. Darah merah segar mengalir sambil menebarkan aroma lem yang ku hirup tadi. Ku hirup kembali aroma yang ada didarahku. Baerkali-kali aku melakukan hal yang sama. Dan pada goresan yang kedelapan belas, sesuatu diluar kendaliku terjadi. Cutterr itu memutuskan nadi pergelangan tangan kiriku. Darah bersi dan keras mengalir dengan drastis tanpa bisa ku hentikan.
Bayangan hitam berkelebat dikepalaku. Akankah ajal itu akan datang padaku malam ini? Tidak. Tidak boleh sekarang. Aku masih ingin bertemu dengan mama dan papa walau aku membenci mereka.
Bayangan papa berkelebat dibenaku. Orang yang selalu mengajarkanku dan mama untuk shalat tepat waktu. Bahkan ia tak segan-segan mencubit pipiku kalau aku melanggar perintahnya. Dan kini aku tak lagi menjalankan peraturannya. Apa yang akan dia lakukan jika ia tau kalau anaknya bukan lagi seorang muslimah?
Tak ada lagi tenaga yang tersisa. Namun aku masih sempat memikirkan mama didalam  benaku. Dia sangat berharap  kelak aku akan menjadi seorang dokter sepertinya. Tapi bagaimana kalau dia tau aku seorang pecandu narkoba? Dan mengorbankan waktu belajarku dengan benda haram itu? Cacian macam apa yang akan keluar dari mulutnya jika ia tau aku seperti ini?
Mataku mulai berkunang. Darah segar dari pergelangan tangan kiriku mengalir deras. Kali ini aku mengirim sebuah permohonan kecil kepada tuhan sebelum mulutku benar-benar terkunci untuk menuturkan permohonan ini. Dengan napas yang tak lagi teratur ku lepaskan permohonan kecil yang sangat menyesakkan itu. “TUHAN, BOLEHKAN AKU DILAHIRKAN KEMBALI?”

1 komentar: